Ketika
pedasnya sambal terasa di lidah kita, apa yang kita rasakan?, terasa pedas
bukan?, tapi walaupun keringat kita berderaian karena rasa pedas yang membakar
lidah, kita tetap saja ingin merasakannya lagi dan lagi.
Menurut
saya hal ini serupa dengan apa yang di namakan dengan cinta, segala sesuatu
yang mungkin terasa tidak enak untuk di lakukan jika di dasari dengan cinta,
pasti akan kita lakukan.
Banyak
pejuang-pejuang yang rela gugur di medan perang karena demi cintanya kepada negara
ataupun agama.
Dari
situlah mngapa saya bisa katakan bahwa cinta itu tidak ada bedanya dengan
sambal, walaupun pedas tapi di sukai banyak orang.
Salah
satu khulafaur rasyidin yakni Abu Bakar pernah tersengat kalajengking ketika
berada di gua tsur, beliau rela menahan sakit dan tidak berteriak bahkan tidak
bergerak sedikitpun demi untuk menjaga ketenangan Nabi Muhammad yang sedang
tidur di pangkuannya, hal itu menjadi bukti cinta Abu Bakar kepada Nabi.
Saya
mengutip karangan kahlil Gibran tentang ungkapan seseorang kepada kekasihnya, “atas
nama cinta kita menahan himpitan kemiskinan, dan kepedihan derita, serta
kehampaan yang terasa dalam perpisahan. Aku akan terus melawan segala cobaan
ini sampai kemenangan kuraih dan kuletakkan di atas tanganmu suatu kekuatan
yang bakal menopang kita melalui segala penghalang demi pencapaian tujuan hidup
ini”.
Allah
Swt juga telah menyampaikan pesan tersirat tentang cinta di dalam kehidupan
belalang sembah, serangga yang termasuk
dalam ordo Mantodea ini bahkan merelakan kepalanya di makan oleh si betina
seusai kawin, menyeramkan bukan?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar